Cerita Idham di Konawe : Berbagi Inspirasi Stop Merokok

Perjalanan dari Bandara Aluoleo Kendari ke Desa Asinua kurang lebih 4 jam, dengan hutan mengelilingi perjalanan kami. Ada pertanyaan dalam pikiran saya, hutan tersebut apakah forest atau jungle ya? Akses jalan dan fasilitas terbatas dengan struktur tanah, bebatuan dan jembatan kayu, serta minimnya fasilitas seperti listrik dan sinyal, sehingga bisa dikatakan Asinua termasuk daerah terisolir. Saat di perjalanan menggunakan mobil, ada rasa khawatir pada saat hujan mulai turun karena harus melewati turunan dengan medan tanah yang licin, ya khawatir ban mobil slip karena dibawahnya terdapat hamparan rawa rawa. Kemudian harus melewati jembatan kayu, dimana terdapat batang kayu yang sudah hilang sehingga posisi mobil harus benar-benar simetris.

Untuk mendapatkan pasokan listrik, mereka menggunakan genset dari kolektif warga. Setiap malam,mereka berkumpul di rumah salah satu warga yang mempunyai televisi, kemudian mereka nonton bersama. Bahagia itu sederhana! Untuk menghubungi keluarga yg di luar daerah, mereka perlu ke Kecamatan lain dengan perjalanan kurang lebih dua jam untuk mendapatkan sinyal. Salut untuk mereka yang bertahan dan berjuang dengan keterbatasan fasilitas.

Jika ada acara atau hiburan di salah satu desa, maka dari desa lain akan datang ke desa yang mengadakan acara atau hiburan. Mereka melakukan selebrasi dengan menari Tarian Malulo. Menjelang kegiatan Kelas Inspirasi, pada malam harinya kami, bersama teman-teman Pengajar Muda mempelajari tarian tersebut. Menarik dan menyenangkan !

Terkait pendidikan, antusiasme anak-anak Asinua cukup besar. Beberapa murid SD Asinua Utama bahkan ada yang harus berjalan kaki 2-4 km, demi bisa mengenyam bangku pendidikan. Begitupun juga para Pengajar Muda yang gak kalah semangat, dengan wajah ceria dan mental baja, mereka siap memberikan pengajaran demi meningkatkan pengetahuan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Takjub!

Pada sesi Kelas Inspirasi, saya bertemu dengan murid-murid yang enerjik. Saya pun berusaha membuat pengetahuan dan wawasan mereka bertambah dengan memberikan materi terkait kesehatan, penjelasan profesi, kreasi daur ulang, serta seni menyanyi. Pada sosialisasi Kesehatan di Desa Silea, masyarakat juga antusias dengan berkumpul lebih awal sebelum kedatangan kami. Dibantu oleh tim Pencerah Nusantara yang ditempatkan di sana, kami berkolaborasi melakukan edukasi terkait kesehatan, yang mencakup diabetes, hipertensi, perilaku hidup sehat, serta tentang rokok. Tidak lupa, kami juga membagikan inspirasi untuk masyarakat lebih cinta terhadap juga lingkungannya.

Dengan kondisi masyarakat dengan banyak perokok, sejak awal, saya tertarik untuk berbagi informasi dampak rokok bagi kesehatan, termasuk sharing pengalaman pribadi saya yang akhirnya bisa berhenti merokok. Ibu-ibu dan perempuan muda terlihat lebih antusias menyaksikan edukasi ini. Sebenarnya mereka tidak menyukai anggota keluarganya (suami) merokok, namun minimnya pengetahuan membuat para Ibu ini sulit menyampaikan pesan sehat ini. Saya pun menjelaskan bahwa saya adalah perokok aktif sejak usia 19 tahun,dan mulai berhenti merokok diusia 29 tahun pada tahun 2015. Alasannya terkait pada sisi kesehatan, dimana saya menyadari bahwa rokok ini dapat membahayakan saya; apa yang akan terjadi pada paru-paru saya 20 tahun kemudian, anggota keluarga akan terpapar dampak rokok, dan lainnya. Saya yakin bahwa kebiasaan merokok dapat dihentikan mulai dari sekarang, berpikirlah bukan untuk kesenangan pribadi, namun sadari hak orang-orang di sekitar untuk menghirup udara bebas dan bersih.

Semoga Konawe dapat menjadi daerah yang maju dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dimana pemerintah setempat dan pemerintah pusat bisa bersinergi mengembangkan program-program secara masif. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang pintar,cerdas dan sehat, diharapkan mereka bisa membuat perubahan dan mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh Konawe.

Terima kasih.

Idham Irawan – Personnel Admin